Senin, 16 November 2015

baper


siang ini, saya berhasil menyelesaikan paper saya mengenai BAPER (bawa bawa perasaan). Essay ini berperan sebagai wahana riset saya mengenai komunikasi intrapersonal dengan fenomena sosial media. Kurang lebihnya, fenomena bahaya dari fitur socmed kayak "listening to" di Path atau "seen" bahkan "read" di instant massaging yang kerap jadi kasus kesalahpahaman dalam socialita remaja di kota-kota besar masa kini. Padahal kenyataannya, di Path kita sudah baca status temen tapi sibuk atau sesederhana dengerin lagu aja tanpa ada hubungan keadaan emosional kita sama seseorang, cerminan suasana hati, tapi konklusinya udah terbentuk.

Seandainya saja konten di dunia maya memudahkan saya menemukan kata kunci, saya benar-benar tercengang dengan sejumlah fakta, bahwa pelanggaran "pergaulan bebas" yang saya pikir adalah sebuah candaan ucapan seadanya bisa menjadi tragedi sebuah lingkungan pertemanan.

Berawal dari promo buku Quotes galau, sebenarnya saya mencermati hikmah dibalik kejadian. Ada sejumlah wanita paruh baya yang berkegiatan di dunia pendidikan. Sebut saja, srikandi. Srikandi punya keluarga besar dan salah satu ibu dari kumpulan Srikandi dikaruniai sejumlah anak perempuan. Entah terbiasa bergaul dengan remaja-remaja kota besar Jakarta atau memang gaya hidup kota yang menyebabkan anak ini terbiasa melakukan apa saja yang dia mau.

Dalam tragedi lingkungan pertemanan, saya menerima kenyataan dari pengamatan saya bahwa kejadian quotes dalam kisa Raditya-kakak ada benernya, gue ngalamin. alih-alih quotes itu mirip temen yang solider, ada benernya, penguat hati yang sedang melow. Quotes itu sebanrnya diartikan sebagai kata-kata status update di socmed.

Dalam promo lainnya, "siapa tidak kenal Quotes - kalimat mutiara yang bikin semangat, galau.. sedih, semua itu tergantung kontennya.

Ini ceritanya, beberapa orang dalam berhubungan, seseorang berubah karena terlalu banyak membaca quotes galau dan akhirnya terpengaruh kepada "bacaan" dan merubah cara pandangnya terhadap pasangan. Padahal yang menjalani hubungan dia, bukan quotes.

Tanpa sadar pasangannya diperlakukan secara salah. Dan yang dia lakukan adalah mencocok-cocokan keadaan mereka dengan quotes yang tersebar dihadapan dia, sesuai kata hati dan drama dari paparan emosi yang dia rasa (ngarep juga kadang). Akhir cerita pasangan hidup dia disalahi dan kenyataan dia tinggalkan hingga berbulan-bulan bahkan tahun. 

Up date up date status.. juga foto-foto kebahagiaan mereka di masa lalu melalui socmed juga, jadi bahan ketawaan, bahkan bahan "riset" orang-orang stalker sama dia. Cerita-cerita yang dia share sebagai motivasi keadaan usaha dia jadi bahan tontonan.

"ohhh mamanya itu"..

"wahhh senangnya kalian akur lagi"..

kalo lagi ga mau berbagi apapun, saya hanya berusaha empati, mungkin dia sudah lebih dewasa untuk tidak menunjukan keharmonisan barunya atau apapun. Layaknya berita yang ditayangkan. biar menjadi kenangan. seandainya dia menyatakan sesuatu, kita tanpa sadar yang niatnya mau baik menyapa dia - jadinya mikir.. udah lama nggak ketemu. nanya kabar seadanya. Dan asumsi, dunianya baik-baik saja tanpa kabar penting untuk didiskusikan (bagi dia). seandaianya mau didiskusikan, kita bisa langsung komentar. Namun, konklusi dia baik-baik saja sudah terbentuk.

Tapi kalo dia serius komentar, dan saat baper itu melanda.. gue jadi roaming, dia ga gitu-gitu amat soalnya. Saat dia up date status diselingi berita-berita empati di socmed, merasa ketularan aura negatif dia.. di-PHP-in atau merasa dibikin sakit hati? akhirnya kan jadi stalking, ini keluarga anaknya ga bener.

Kemarin dia pencitraan jadi anak baik dan liburan berasa jadi celebriti banget. di lain hari, dia melakukan pemaksaan asumsi dia kepada orang lain. Akhirnya, gue jadi terkekeh-kekeh sambil mengumpat basi ahhh (nyesek), gue pikir dia anak baik. dan berusaha untuk percaya ungkapan-ungkapan dia saat ngomong langsung saat tatap muka atau gue hanya seorang blooper yang kepo urusan orang. Dan akhirnya gagal paham, akhirnya gue dingin dan sejumlah fakta yang gue terima anggap sekedar tahu aja. Dunia kita udah beda.



 

Selasa, 10 November 2015

Filosofi Jawa Hasta Brata


Dalam khasanah budaya Jawa kuno ada ajaran Ilmu Hasta BrataWulang Reh, Tripama, dan Dasa Darma Raja. Saat itu konsep hasthabrata muncul dalam cerita pewayangan Jawa dengan lakon 'Iwahyu Makutharama' yang mengisahkan tentang pemberian wejangan (fatwa) seorang Pandita bernama Wiswamitra yang ditujukan kepada Sri Rama yang akan dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahandanya. merupakan pakem yang sebaiknya dipahami oleh sejumlah orang dalam hal kepemimpinan dan upaya menjalin komunikasi interpersonal dan intrapersonal yang wajib diketahui.

Dari keempat ajaran tersebut, Hasta Brata merupakan tuntunan yang relatif paling lengkap dan sangat ideal sehingga menarik untuk dikaji menggunakan pendekatan konteks kekinian (kontemporer).

1. Brata yang pertama adalah SURYA yang berarti matahari. Sifatnya menerangi yang dimiliki oleh matahari dalam bahasa Jawa dimaknai sebagai "gawe pepadang marang ruwet rentenging liyan' yang berarti harus mampu membantu mengatasi kesulitan atau memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh anak buahnya.

2. Brata yang kedua adalah BAWANA yang berarti bumi. Bumi diibaratkan sebagai ibu pertiwi. Sebagai ibu pertiwi, bumi memiliki peran sebagai ibu, yang memiliki sifat keibuan, yang harus memelihara dan menjadi pengasuh, pemomong, dan pengayom bagi mahluk yang hidup di bumi. Implementasinya adalah kalau sanggup menjadi pemimpin harus mampu mengayomi dan melindungi anak buahnya.

3. Brata yang ketiga adalah CANDRA yang berarti bulan. Implementasinya bagi pemimpin ialah pemimpin dalam memperlakukan anak buahnya, tindakannya dilandasi oleh aspek-aspek sosio-emosional. Pemimpin harus memperhatikan harkat dan martabat pengikutnya sebagai sesama. Terhadap pengikutnya harus menghormati sebagai sesama manusia. Dalam konsep Jawa hal ini disebut 'nguwongke'.

4. Brata keempat adalah KARTIKA yang berarti seperti bintang. Bintang dapat menggambarkan dambaan cita-cita, tumpuan harapan, sumber inspirasi. Seorang pemimpin harus memiliki cita-cita yang tinggi, berpandangan jauh kedepan, pemberi arah, sumber inspirasi dan tumpuan harapan.

5. Brata kelima adalah TIRTA yang berarti air. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan siapapun termasuk pengikutnya (adaptif). Air selalu mengalir ke bawah, artinya pemimpin harus memperhatikan potensi, kebutuhan dan kepentingan pengikutnya, bukan mengikuti kebutuhan atasannya.

6. Brata yang keenam adalah MARUTA, yang berarti angin. Secara alami angin memiliki sifat menyejukkan, angin membuat segar bagi orang yang kepanasan. Angin sifatnya sangat lembut. Seorang pemimpin harus bisa membuat suasana kepemimpinan sejuk, harmonis, dan menyegarkan.

7. Brata yang ketujuh adalah DAHANA, yang berarti api. Secara alami, api memiliki sifat panas, dan dapat membakar. Seorang pemimpin memiliki sifat pembakar semangat, pengobar semangat, dan memiliki peran sebagai motivator dan inovator bagi pengikutnya.

8. Brata yang kedelapan adalah SAMODRA, yang berarti lautan atau samudra. Pemimpin harus memiliki wawasan luas dan dalam, seluas dan sedalam samudra. Samudra juga bersifat menampung seluruh air dan benda-benda mengalir kearah laut. Seorang pemimpin harus memiliki sifat menampung semua kebutuhan, kepentingan dan isi hati dari pengikutnya, serta pemimpin harus bersifat aspiratif. 


Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat/ajaran lain yang dipakai untuk hal kepemimpinan (khususnya keturunan orang Jawa, dan penganut falsafah Jawa) - kepemilikan sikap yang tenang dan wibawa agar masyarakatnya dapat hidup tenang dalam menjalankan aktifitasnya seperti falsafah : "Ojo gumunan, ojo kagetan lan ojo dumeh" - maksudnya, sebagai pemimpin jangan terlalu terheran-heran (gumun) terhadap sesuatu yang baru (walaupun sebenarnya amat sangat heran), tidak menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal diluar dugaan dan tidak boleh sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu seseorang sedang memimpin.

Intinya, falsafah ini mengajarkan tentang menjaga sikap dan emosi bagi orang terutama seorang sedang memimpin.

Sumber : Eko Wahyu Budiyanto, 2 oktober 2013