Selasa, 10 November 2015

Filosofi Jawa Hasta Brata


Dalam khasanah budaya Jawa kuno ada ajaran Ilmu Hasta BrataWulang Reh, Tripama, dan Dasa Darma Raja. Saat itu konsep hasthabrata muncul dalam cerita pewayangan Jawa dengan lakon 'Iwahyu Makutharama' yang mengisahkan tentang pemberian wejangan (fatwa) seorang Pandita bernama Wiswamitra yang ditujukan kepada Sri Rama yang akan dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahandanya. merupakan pakem yang sebaiknya dipahami oleh sejumlah orang dalam hal kepemimpinan dan upaya menjalin komunikasi interpersonal dan intrapersonal yang wajib diketahui.

Dari keempat ajaran tersebut, Hasta Brata merupakan tuntunan yang relatif paling lengkap dan sangat ideal sehingga menarik untuk dikaji menggunakan pendekatan konteks kekinian (kontemporer).

1. Brata yang pertama adalah SURYA yang berarti matahari. Sifatnya menerangi yang dimiliki oleh matahari dalam bahasa Jawa dimaknai sebagai "gawe pepadang marang ruwet rentenging liyan' yang berarti harus mampu membantu mengatasi kesulitan atau memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh anak buahnya.

2. Brata yang kedua adalah BAWANA yang berarti bumi. Bumi diibaratkan sebagai ibu pertiwi. Sebagai ibu pertiwi, bumi memiliki peran sebagai ibu, yang memiliki sifat keibuan, yang harus memelihara dan menjadi pengasuh, pemomong, dan pengayom bagi mahluk yang hidup di bumi. Implementasinya adalah kalau sanggup menjadi pemimpin harus mampu mengayomi dan melindungi anak buahnya.

3. Brata yang ketiga adalah CANDRA yang berarti bulan. Implementasinya bagi pemimpin ialah pemimpin dalam memperlakukan anak buahnya, tindakannya dilandasi oleh aspek-aspek sosio-emosional. Pemimpin harus memperhatikan harkat dan martabat pengikutnya sebagai sesama. Terhadap pengikutnya harus menghormati sebagai sesama manusia. Dalam konsep Jawa hal ini disebut 'nguwongke'.

4. Brata keempat adalah KARTIKA yang berarti seperti bintang. Bintang dapat menggambarkan dambaan cita-cita, tumpuan harapan, sumber inspirasi. Seorang pemimpin harus memiliki cita-cita yang tinggi, berpandangan jauh kedepan, pemberi arah, sumber inspirasi dan tumpuan harapan.

5. Brata kelima adalah TIRTA yang berarti air. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan siapapun termasuk pengikutnya (adaptif). Air selalu mengalir ke bawah, artinya pemimpin harus memperhatikan potensi, kebutuhan dan kepentingan pengikutnya, bukan mengikuti kebutuhan atasannya.

6. Brata yang keenam adalah MARUTA, yang berarti angin. Secara alami angin memiliki sifat menyejukkan, angin membuat segar bagi orang yang kepanasan. Angin sifatnya sangat lembut. Seorang pemimpin harus bisa membuat suasana kepemimpinan sejuk, harmonis, dan menyegarkan.

7. Brata yang ketujuh adalah DAHANA, yang berarti api. Secara alami, api memiliki sifat panas, dan dapat membakar. Seorang pemimpin memiliki sifat pembakar semangat, pengobar semangat, dan memiliki peran sebagai motivator dan inovator bagi pengikutnya.

8. Brata yang kedelapan adalah SAMODRA, yang berarti lautan atau samudra. Pemimpin harus memiliki wawasan luas dan dalam, seluas dan sedalam samudra. Samudra juga bersifat menampung seluruh air dan benda-benda mengalir kearah laut. Seorang pemimpin harus memiliki sifat menampung semua kebutuhan, kepentingan dan isi hati dari pengikutnya, serta pemimpin harus bersifat aspiratif. 


Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat/ajaran lain yang dipakai untuk hal kepemimpinan (khususnya keturunan orang Jawa, dan penganut falsafah Jawa) - kepemilikan sikap yang tenang dan wibawa agar masyarakatnya dapat hidup tenang dalam menjalankan aktifitasnya seperti falsafah : "Ojo gumunan, ojo kagetan lan ojo dumeh" - maksudnya, sebagai pemimpin jangan terlalu terheran-heran (gumun) terhadap sesuatu yang baru (walaupun sebenarnya amat sangat heran), tidak menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal diluar dugaan dan tidak boleh sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu seseorang sedang memimpin.

Intinya, falsafah ini mengajarkan tentang menjaga sikap dan emosi bagi orang terutama seorang sedang memimpin.

Sumber : Eko Wahyu Budiyanto, 2 oktober 2013






Tidak ada komentar:

Posting Komentar