Aku lesu. Khayalanku tentang dia memburam. Seperti hati yang
berharap tidak memperhitungkan pengalaman. Selesai olahraga pagi itu, aku
menghampirinya. Aku tau ada yang salah dengan pikiranku. Telfon kemarin sore
seperti memintaku untuk bilang “ayo! Coba lagi” macam kutipan dibalik
Nu-Green-tea.
Aku terlambat sampai. Semua orang sudah memenuhi lintasan
ini. Aku mengundurkan diri tak jadi ikut. Tentu saja ke loket pendaftaran pusat
bahasa. Begitu rencanaku selanjutnya. Aku menanyakan jadwal ujian terdekat.
Sebelum tanggal 22, hari ini yang terdekat. Minggu depan
ujian dilaksanakan. Aku mengaduh namun aku cukup bahagia dengan keputusan ini.
Aku punya waktu untuk simulasi.
Seminggu kemudian aku menjalani tes yang sama, namun yang
ini sangat mahal. Biayanya bisa buat hidup sebulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar